Jeda

"Kita ambil jeda sebentar, ya."

Ucapan 3 tahun silam itu terus terngiang setiap kali tanpa sengaja ku lihat foto dia di timeline Instagram. Mungkin sudah saatnya aku mengaktifkan fitur mute atau blokir sekalian. Ku pikir waktu bisa membuatku lebih tenang menghadapinya, tapi ternyata tidak.

Ucapan 3 tahun lalu itu, yang sekaligus perpisahan karena ia tiba-tiba pergi studi ke luar negeri, masih menyisakan rasa sesak. Bagaimana bisa aku, sebagai orang yang saat itu paling dekat dengannya, yang selalu jadi tempat ia berkeluh kesah, hanya bisa diam melongo seperti orang bego ketika dia bilang dia akan pergi ke Australia?

Tidak salah?
Kok, tidak pernah bilang?
Selama ini aku dianggap apa?

Mungkin baginya, hubungan jarak jauh bukan masalah. Mungkin baginya, hal ini adalah surprise yang membahagiakan. Aku memang senang dia bisa pergi studi ke universitas yang bagus, tapi rasanya seperti dikhianati ketika aku tidak tahu apa-apa soal hal ini sampai satu bulan sebelum keberangkatannya.

Jadi, saat itu aku memutuskan untuk sekalian saja mengakhiri hubungan kita.

Aku sering melihat fenomena ini di novel dan film, tapi tak pernah menyangka bahwa rasanya memang se-nyesek ini ketika kita berkali-kali gagal move on. Tiga tahun lamanya, aku masih belum bisa membuka hati bagi siapapun. Termasuk cowok di hadapanku saat ini yang tengah sibuk mengetik sesuatu di laptop.

"La, progres LPJ departemenmu gimana?" tanya Daniel.

"Aman," jawabku singkat.

Daniel mengangguk-angguk, "Good. Keep up the good work, ya!"

Senyum itu lagi. Aku bisa membedakan mana senyum tulus, senyum sarkas, dan senyum ketika laki-laki sedang flirting. Daniel baru saja melakukan yang ketiga, tapi aku hanya membalasnya dengan senyum singkat. Bukan cuma gagal move on, tapi juga karena wakil ketua BEM fakultasku itu memang hobi tebar pesona ke semua kepala departemen perempuan.

"Aku keluar dulu ya, nyari angin," ucapku sembari bangkit dari duduk dan pergi keluar dari ruang sekretariat.

Aku duduk di teras masjid fakultas yang tidak begitu besar. Kupandangi para mahasiswa tingkat 1 yang sedang bergerombol mendiskusikan sesuatu. Aku baru saja hendak memejamkan mata sambil bersandar ke pilar masjid ketika mataku menangkap dua sosok bayang yang sangat kukenal. 

Deg.

Itu salah satu dosen muda di fakultas ini ...

... dan dia.

Hah? Gak salah lihat? Ngapain dia di sini?

Komentar

Postingan Populer